SALAHKAH AKU?
by: Annisa Diah Maharani
malam sunyi cahaya yang terang
menyinari kota jakarta, hujan deras mengguyur pinggiran kota yang ramai
penduduk tersebut. angin berhembus menyeruak menyapu dedauan yang berserakan di
sepanjang jalan. Rama terus berlari menghindari guyuran air yang datang secara
tiba-tiba tersebut. tubuhnya terasa tak kuat lagi, ingin rasanya ia jatuh namun
ia harus tetap berlari rumah Bu anni sudah terlihat dari tempatnya berdiri
sekarang. Rama ingin berssilaturahim dan sekalian membicarakan hutang orang tua nya yang sudah menumpuk kepada bu
anni.
“assalamu’alaikum Bu anni”, Rama mengetuk pintu rumah Bu
anni perlahan karena ia takut jika menggangu keluarga dan tetangga di sekitar.
“eh rama, ada apa ma, sini masuk”, Bu anni mempersilakan Rama
masuk dan bertanya apa tujuan datang ke rumahnya.
Rama menjelaskan jika ia belum dapat melunasi hutang orang
tuanya untuk saat ini, Bu anni mengerti bagaimana keadaan keluarga Rama yang
sederhana dan pas-pasan, di tambah lagi dengan keadaan ayahnya yang sedang
sakit-sakitan di rumah, menjadikan Bu
anni semakin ingin membantu keluarga Rama. Ia menawarkan kepada Rama untuk
bekerja dengan saudaranya yang kebetulan saat itu sedang mencari guru privat
untuk anaknya. Bagi Rama yang memang di anugerahi akal yang pandai, itu sebuah
pekerjaan yang mudah dan langsung saja ia menerima pekerjaan tersebut. Rama meminta alamat saudara Bu anni tersebut
dan segera pamit pulang karena waktu sudah larut malam.
***
suara adzan membangunkan Rama
dengan samar-samar ia juga mendengar suara
ayam yang juga memeriahkan suasana pagi ini, namun matahari masih bersembunyi
di peraduannya dan hawa dingin menyeruak menusuk tulang. Rama segera sholat
shubuh berjama’ah di masjid. Selesai sholat Rama segera mandi dan berpura-pura
akan berangkat sekolah, Rama membangunkan adiknya yang biasanya memang bareng
bersamanya waktu sekolah. Rama berpura-pura sekolah karena dia tau, ibunya tak
ingin jika Rama berhenti sekolah, ibu masih ingin melihat anaknya
berpendidikan, sebenarnya Rama tak ingin melakukan hal ini, namun keadaan yang
memaksanya untuk berada dalam kebohongan ini.
selesai mengantar adiknya Rama
segera menuju ke alamat yang telah di berikan oleh bu anni, dan sampai disana Rama
diterima menjadi guru privat dari seorang anak bernama vicky, umurnya tak jauh
beda dengan Rama, Vicky juga kelas XII sama dengannya, jadi Rama tak kesusahan
untuk mengajarinya. namun vicky sepertinya tak menerima kehadiran Rama sebagai
guru privatnya, mungkin karena ruang bermainnya terbatas dan tak sebebas
kemarin-kemarin saat belum ada Rama. setiap sore Rama datang ke rumah Vicky
untuk mengajarkannya satu sampai dua bab yang belum ia mengerti. Rama nyaman
melakukan pekerjaan ini karena memang cukup mudah dan tak membuatnya kesusahan
mencuri waktu dengan ibu. pagi harinya Rama membantu berjualan di sebuah toko
kelontong milik bu anni.
malam yang sepi dan dingin itu, Rama
pulang dari rumah Vicky dan segera menuju pulang ke rumah. ibu sudah menunggunya
di depan pintu, rupanya ia sangat mengkhawatirkan Rama.
“kamu jam segini kok baru pulang ma, ibu khawatir banget
sama kamu”, Tanya Bu Saroh yang memang terlihat sangat panik dan bingung.
“iya buk, tadi ngerjain tugas di rumah temen dulu. ibuk
kenapa kok kelihatan sangat cemas?”, sekarang ganti Rama yang bingung melihat
wajah ibunya yang tak seperti biasanya.
Belum sempat bu saroh menjawab, air bening menetes dari
sudut matanya yang sudah mulai terlihat keriput. Bu saroh tak dapat menjawab
pertanyaan dari Rama, ia justru semakin menangis dan menangis, menjadikan Rama
semakin tak mengerti dengan semua yang terjadi. Dengan sigap, Rama memeluk
pelan ibunya, ia tak tega melihat orang yang di cintainya tersebut menangis
karena suatu hal apapun, sekecil pun itu. Rama berusaha menenangkan hati
ibunya.
“a.. a..ayahmu di rumah sakit ma”, kata Bu saroh dengan
terbata-bata. “serangan jantungnya kumat dan harus di larikan ke rumah sakit,
Safia sudah berada disana menunggui ayah, ibu pulang dulu untuk mencari uang
pinjaman lagi buat bayar perawatan dan nebus obat”, jelas ibu dengan menatap
wajah putra sulungnya tersebut.
Seketika itu, hati rama bagai teriris pedang yang tajamnya
melebihi apapun. Air matanya seketika memaksa untuk keluar dari kelopak matanya
yang sudah mulai sayu. Bagai di hadang
oleh serbuan pasukan, ia tak dapat melakukan apa-apa. tangan yang berada di
pundak ibunya semakin melemas, Rama tak dapat membayangkan jika akan terjadi
seperti ini.
waktu menunjukkan pukul 23.45
namun sulit bagi Rama untuk memejamkan mata di dalam sebuah bilik kecil di
sudut rumahnya tersebut. Ia tak henti-hentinya memandang wajah adiknya Safia.
memang hanya Safia lah yang sedari tadi menunggui ayahnya di rumah sakit dan
sekarang telah di gantikan oleh ibunya. Rama belum sempat menengok ayahnya di
rumah sakit. Ia masih sibuk memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang lebih
untuk perawatan ayahnya selama di rumah sakit.
Malam telah menghilang di gantikan
fajar yang mulai terlhat di ufuk timur. Rama dan Safia memulai aktifitasnya
hari ini dengan sendiri. tak ada yang menyiapkan sarapan untuk mereka, tak ada
pula yang menasehati mereka sebelum pergi sekolah. Rama segera mengayuh
sepedanya kuat-kuat agar cepat sampai di sekolah Safia dan segera ke toko Bu
anni. Ia ingin sekali cepat-cepat mengakhiri pekerjaannya hari itu. setelah pekerjaan
di toko Bu anni selesai, ia segera menuju ke rumah Vicky. Namun, dalam
perjalanan Rama melihat Vicky sedang bermain motor bersama teman-temannya..
Rama berhenti diantara teman-teman Vicky, Rama melihat seorang wanita cantik
berada di sebelah Vicky, ia terlihat sangat ketakutan. wajah manisnya membuat
Rama tak bisa berhenti untuk melihatnya, ingin sekali Rama membawanya pergi
dari gerombolan teman-teman Vicky yang terlihat berandalaan tersebut. Rama
merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama dengan gadis tersebut.
“eh lo orang mana? ngapain lo kesini bawa sepeda butut
lagi.. hahaha” ejek Anto, salah satu teman Vicky yang berbadan kekar.
Rama hanya diam, ia memandang ke arah Vicky dan
mengingatkannya.
“Vick buruan, ini udah jamnya entar aku di marahin ayah kamu
kalo telat” ucap Rama untuk mengajak Vicky pulang.
Suara tawa teman-teman Vicky menggelegar, “haha elo ngapain
sih masih mau ngajak-ngajak gue buat belajar, mendingan disini enak, kita bisa
enjoy, ya gak bro?” bantah Vicky sambil meniupkan asap rokok ke hadapan Rama
Rama tak menyangka jika Vicky adalah perokok aktif dan
termasuk salah satu dari geng motor yang suka melakukan tindakan anarkis. Rama
segera mencegah dan mengatakan jika yang di lakukan Vicky dan teman-temannya
ini salah.
“Gue tau Ram kalo elo lagi kesusahan, elo butuh duit kan
buat ngebiayain bokap lo yang lagi sakit, mendingan sini gue kasih tau elo
gimana cara ngedapetin duit banyak”, ajak Vicky.
Rama berpikir, dari mana Vicky tau jika dia sedang
membutuhkan uang banyak untuk ayahnya? Tapi itu tak penting bagi Rama, ia hanya
memikirkan antara menerima dan menolak ajakan Vicky tersebut, dia mengetahui
pasti Vicky menawarkan pekerjaan yang salah, tapi jika menolak ia tak akan
mendapatkan uang untuk membayar perawatan ayahnya di rumah sakit.
“emangnya gimana caranya ngedapetin duit banyak dalam waktu
singkat” tanya Rama yang sudah mulai tergiur dengan tawaran yang di berikan
Vicky.
“gampang kok, tugas elo Cuma ngejualin ini sampe abis”, ucap
Anto sambil menyerahkan bungkusan yang tertutup rapih dalam plastik warna
hitam.
Rama membuka bungkusan itu perlahan, ia melihat isinya dan agak
kaget setelah melihatnya. Rama awalnya menolak penawaran tersebut, tapi karena
teman-teman Vicky memang pandai untuk merayu, sekaligus di tambah dengan
keinginan Rama untuk mendapatkan uang, akhirnya Rama menyetujui penawaran
tersebut.
“gimana elo bisa kan?”
Tanya Anto sekali lagi untuk memastikan.
“oke lah, gue bisa” ucap Rama ragu.
***
sehari setelah kejadian tersebut,
Rama bertemu dengan gadis manis yang pertama kali di temuinya saat berada di
tengah-tengah teman Vicky. Rama memutuskan untuk berkenalan dan mengajak gadis
itu berbicara.
“hei, apa kabar?” sapa Rama lembut kepada gadis tersebut.
“baik, eh kamu. temennya Vicky kan?” jawab gadis tersebut
sambil mengingat-ingat Rama kembali.
“hehe iya.. nama kamu siapa?”
“aku Fania, kamu Rama kan?” jawab Fania ragu.
sejak saat itu, mereka berteman dekat dan Fania pun menerima
keadaan Rama yang sederhana tanpa membanding-bandingkan dengan temannya yang
lain.
Fania mengetahui semua apa yang sedang di rasakan oleh Rama
sekarang. Fania juga mengetahui jika Rama membutuhkan uang banyak untuk
pengobatan ayahnya yang sedang berada di rumah sakit.
“Ram, aku ingin membantumu”, kata Fania saat mereka bertemu.
“apa yang bisa kamu lakukan untuk membantuku?” , tanya Rama
heran
“aku ingin membeli semua yang di berikan Anto kepadamu”,
jawab Fania tegas
“apa? tidak. untuk apa kamu membelinya Fan? aku tidak ingin
kamu mengasihaniku dengan membeli ini dariku, jika ada yang mengetahui kamu
membawa barang ini, kamu terancam bahaya yang besar Fan”. Rama tak membiarkan
Fania membeli barang haram itu darinya.
“aku tidak hanya sekedar membantumu, tapi aku juga
membutuhkannya, aku membutuhkan obat itu”, jelas fania.
Rama tak percaya mendengar ucapan Fania itu, ia
menanyakannnya lagi untuk memastikan.
“maksut kamu apa?”
“aku menggunakan obat itu sejak 2 bulan lalu, sejak aku
bergaul dengan Vicky dan teman-temannya, aku tau kalo ini salah, tapi ini
satu-satunya cara agar aku dapat melupakan permasalahan keluargaku yang setiap
hari tak pernah akur. ayah ibu mereka sering beradu pendapat, ayah sering
melakukan kekerasan terhadap ibu, ibu juga sering melawan perkataan ayah. aku
tak tahan berada di rumah, lalu aku memutuskan untuk pergi dari mereka dan
sekarang begini lah aku, hidup bersama geng motor liar. hidupku jauh dari rasa
kasih sayang. tapi, saat aku berada di dekatmu aku merasakan itu. aku nyaman
berada di sisimu, aku nyaman saat kita bersama” ungkap Fania lebar.
Rama hanya diam, ia tak tau harus berbuat apa saat itu. Rama
mencoba berpikir kembali, ia hanyut dalam keadaan tersebut sehingga tak
menyadari jika Fania telah menunggunya lama.
“hei Ram, buruan kasih ke aku obatnya” pinta Fania, hingga
mengagetkan Rama.
Rama tak menginginkan Fania menggunakan obat tersebut, Rama
hanya akan memberikan obat tersebut kepada orang-orang yang memang sudah
terbiasa meminumnya.
“gak Fan, aku gak akan ngasih obat ini ke kamu, sampe kamu
nangis-nagis darah pun aku tak akan mengasihkannya kepadamu. aku menginginkan
yang terbaik untukmu, aku tak ingin jika kamu menggunakan kesempatan ini untuk
kebodohan”
angin berhembus kencang, menandakan
hujan akan mengguyur kota sebentar lagi.
Rama meninggalkan Fania sendiri terkena guyuran gerimis yang semakin lama
semakin deras. Fania tak bergerak sedikitpun, ia menatap kepergian Rama tajam,
seolah tak menginginkan jika Rama pergi meninggalkannya. Fania berteriak dalam
derasnya hujan, ia menangis sekencang-kencangnya, namun tak ada seorang pun
yang mengetahui jika ia sedang merasakan sakit saat itu.
***
Rama memberikan semua barang itu
ke seorang pelajar SMA seusianya, ia terpaksa melakukan itu, ia sebenarnya tak
tega melihat kawannya terjerumus ke arah yang salah, namun, lagi-lagi keadaan
yang memaksanya untuk melakukan semua ini. Rama menjualnya sesuai dengan biaya
yang di butuhkan untuk melunasi biaya pengobatan ayahnya di rumah sakit. rama
segera pergi dari orang tersebut, serta membawa uangnya untuk di serahkan ke
pihak rumah sakit.
“berapa semua biaya pasien yang berada di ruang Mawar No.5
sus?” tanya Rama kepada suster penjaga kasir rumah sakit.
suster penjaga tersebut menyebutkan jumlah nominal yang
harus di bayar oleh Rama, Rama segera membayarnya dan segera pergi dari ruangan
tersebut dan menuju ruang mawar no.5 untuk menjenguk ayahnya.
“gimana keadaan bapak buk?” tanya Rama kepada ibunya
“ya beginilah ma, bapakmu belum sadar sepenuhnya. keadaanya
masih kritis”. terlihat raut wajah sedih pada Bu Saroh
“ya udah kita sabar aja ya buk, kita serahkan semua pada
Allah SWT. ibuk gak usah khawatir dengan biaya, Rama udah ngelunasin semuanya
buk.” ucap Rama untuk menghibur hati ibunya. Namun, Bu Saroh justru kaget dan
memarahi Rama.
“kamu dapet uang dari mana ma? kamu nyolong ya, apa kamu
ngerampok, jujur sama ibuk ma, kamu dapet uang dari mana?” tuduh Bu Saroh pada
Rama
“aku gak ngerampok buk, aku bekerja, aku banting tulang
nyari tambahan biaya untuk bapak” jelas Rama yang seketika itu menggetarkan
hati ibunya.
Bu Saroh tak dapat berkata apa-apa
lagi, ia terharu dengan kerja keras anaknya. Namun sebenarnya dalam hati Rama
gelisah, ia merasa sangat bersalah karena telah berbohong kepada ibunya,
terlebih kepada ayahnya yang sedang sakit’
“maafkan rama ibu ayah, Rama tak dapat menjadi anak yang
berbakti kepada orang tua, Rama mencari uang dengan jalan yang salah, Rama tak
dapat membuat bangga kalian berdua”, ucap rama dalam hati.
dari kejauhan terlihat Safia berlari menuju ke arah ibu dan
kakaknya, ia nampak sangat tergesa-gesa, rasanya ada sesuatu yang ingin ia
sampaikan kepadanya ibunya.
“buk..buk.. ta.. ta.. tadi ada polisi” kata Safia
terengah-engah dengan menunjuk ke arah sosok dua orang lelaki yang berbadan
tegap di belakangnya. “katanya dia lagi cari kak Rama”, lanjutnya.
seketika itu, hati Rama berdegup sangat kencang. darahnya
mengalir cepat, seakan ia terjatuh dari langit ketujuh dari bumi ini. ia tak
menyangka jika polisi akan mengetahui jejaknya selama beberapa menit kemudian.
“selamat siang, bisakah saya bertemu dengan Rama Aditya
Putra?” tanya polisi tersebut tegas.
“iya, dengan saya sendiri pak” Rama memberanikan diri untuk
menjawab polisi tersebut.
“ada apa ini pak polisi? kenapa anda ingin menemui anak
saya?” tanya ibu heran.
“maaf saudara Rama anda kami tangkap atas tuduhan
penyelundupan dan pengedaran obat terlarang dan NARKOTIKA”.
“apa maksutnya pak polisi? anak saya tidak mungkin melakukan
itu, anak saya ini anak baik-baik, tidak mungkin dia melakukan itu, iya kan ma?
coba kamu jelasin ke pak polisi dulu ma, kamu gak ngelakuin itu kan?” bela ibu
kepada Rama.
Namun Rama hanya bisa diam dan bahkan menyerahkan kedua
tangannya untuk di tangkap dan di borgol oleh polisi. Bu Saroh dan Safia menangis melihat kejadian
ini, Rama hanya menunduk tak dapat berbicara dan hanya tetesan air mata yang
dapat mewakili perasaan dan menandakan betapa menyesalnya ia melakukan hal
tersebut.
“maafkan Rama buk,
Rama tak dapat membuat ibuk bangga, justru malah membuat ibuk malu. hanya hal
ini yang dapat aku lakukan untuk membantu biaya perawatan ayah buk, semoga ayah
mendapatkan pertolongan yang terbaik”. hanya
itu kata terakhir yang di ucapkan oleh Rama.
Polisi segera membawa Rama pergi dan memborgol kedua
tangannya. Namun, di tengah perjalanan menuju mobil, Rama menemui seorang gadis
yang sepertinya sangat ia kenali. Gadis itu terbaring kaku di salah satu ruang
di rumah sakit tersebut. Rama sempat meminta ijin kepada polisi untuk menemui
gadis itu sebentar.
“Fania, kamu kenapa?” teriak Rama histeris saat mengetahui
bahwa yang terbujur disana adalah Fania, seorang Gadis yang dicintainya.
“apa kamu yang bernama Rama?” tanya wanita paruh baya, yang
sedang berada di sisi Fania.
“iya, saya Rama buk? Fania kenapa?”
“kamu baca saja surat ini, kamu akan mengetahui semuanya”
jelas ibu tersebut.
Untuk Rama
Rama mungkin saat kamu membaca surat ini, aku sudah terbaring
tak berdaya atau mungkin sudah tak ada di dunia ini lagi. aku menulis surat ini
dengan sisa-sisa kekuatanku yang hampir habis, akibat pengaruh obat itu.sore
itu, saat kamu meninggalkan aku di taman, aku berfikir jika memang selama ini
aku salah, aku sudah masuk ke lubang yang tak sempurna. untuk itu, aku
memutuskan untuk tetap di taman tersebut dan merasakan dunia yang indah bersama
dengan guyuran hujan yang deras, tak ada yang melihatku disana, tak ada yang
mengetahui jika ku merasakan SAKAU yang luar biasa sakitnya. Rama, sejak
pertama bertemu, aku merasakan kamu berbeda, aku merasa kamu adalah seorang
malaikat yang berhati mulia, ya mungkin aku tak pantas untuk berada disisimu,
menemani setiap langkah kakimu, dan berharap banyak kepadamu, untuk itu Tuhan
menjauhkan ku darimu untuk saat ini dan mungkin selamanya. Tapi satu hal yang
harus kamu tau, aku sangat tulus mencintaimu.
Fania
Septia
setelah membaca surat tersebut,
Rama merasakan tubuhnya terjatuh dari
pangkal langit menuju bumi, badannya lemas seketika dan ia tak menyangka jika
ia yang menyebabkan Fania pergi. Belum sempat Rama mengucapkan maaf kepada
orang tua Fania, tiba-tiba Safia memanggil kakaknya itu dengan keadaan
menangis, Safia menyebut-nyebut nama ayahnya. ia mengatakan jika ayahnya telah
berpulang. Rama semakin terpuruk mendengar kabar dari adiknya tersebut. Ia
berlari menuju ruangan ayahnya.
Rama masuk ruangan dengan rasa bersalah yang mendalam,
ibunya hanya dapat menangisi kepergian sang ayah. Rama memeluk tubuh sang ayah
yang mulai mengaku.
“maaafkan Rama ayah, selama ini Rama belum bisa jadi anak
yang bebakti dengan orang tua, Rama belum dapat membahagiakan ayah. Rama hanya
menjadi seorang yang pengecut. maafkan Rama ayahh” ucap Rama masih dengan menangis dan memeluk sang
ayah yang terbujur kaku.
sore itu hujan rintik dan semilir
angin menjadi saksi acara pemakaman Ayah Rama dan Fania. Rama hanya dapat
merasakan sesal yang teramat dalam dengan apa yang telah di lakukan kepada
kedua orang yang di cintainya tersebut.